Akhir Pekan bersama “Etalase Pemikiran Perempuan”
Sumbawa (29/7/2023) – Akhir pekan merupakan waktu yang dinantikan oleh hampir setiap orang. Lazimnya, pada waktu ini diisi dengan menghabiskan waktu bersama keluarga, kerabat, rekan, maupun orang-orang terdekat untuk rehat atau memilih rekreasi ringan. Beragam aktivitas menjadi pilihan untuk mengisi waktu di akhir pekan, seperti berbenah rumah, belanja ke pasar, ke tempat rekreasi, berkunjung ke rumah keluarga, ke mall, hingga rebahan di rumah. Apapun pilihannya, tentu setiap orang memiliki tujuan dan keinginannya masing-masing untuk mengisi akhir pekan mereka.
Saya pribadi menikmati dan mengisi akhir pekan ini dengan mengikuti diskusi ringan bersama sejumlah perempuan di seluruh Indonesia yang terkumpul dalam satu forum bernama Etalase Pemikiran Perempuan. Kali ini, EPP mengusung beberapa pokok bahasan dalam pertemuan virtual ini yang diadakan beberapa hari sejak Jumat, kemarin. Namun, ada beberapa bahasan yang cukup menarik perhatian saya, yaitu pembahasan terkait Kerja-Kerja yang Tak Dianggap Kerja dan pembahasan dalam membongkar kata Alam, Anak, Rumah, dan Rawat.
Kerja-Kerja yang Tak Dianggap Kerja
Bahasan terkait topik Kerja-Kerja yang Tak Dianggap Kerja cukup menarik dan memang merupakan hal yang klasik dalam pemikiran feminisme. Namun, meskipun telah banyak pergerakan emansipasi yang diusung oleh para feminis, dominasi pembagian kerja bagi perempuan masih relatif banyak. Hal tersebut terlihat dari sejumlah pekerjaan domestik perempuan, masih dianggap bukanlah suatu pekerjaan. Dalam lingkungan terkecil saja, keluarga misalnya, di mana suami dan istri sama-sama bekerja di luar rumah, perempuan masih dibebankan dengan pekerjaan domestik. yang seharusnya dapat dikerjakan bersama oleh suami dan istri. Selain itu, dalam diskusi tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan domestik bagi perempuan dianggap tiga kali lebih berat dari pekerjaan publik yang dijalani oleh laki-laki. Pekerjaan domestik bagi perempuan tidak hanya tak dianggap kerja, namun tidak mendapatkan upah, dan juga tidak mendapatkan asuransi atas pekerjan yang dijalankannnyaa.
Membongkar Kata: Alam, Anak, Rumah, dan Rawat
Diskusi ini membahas empat kata yang dianggap cukup dekat dengan perempuan. Alam, dianggap sebagai sumber masalah yang kaya akan solusi bagi perempuan. Anak, sebagai satu kata yang dikonstruksi dengan memanfaatkan pemikiran arena kultural Bourdieu. Selain itu, relasi power/knowledge oleh Foucault mendukung adanya relasi kuasa dalam mendefinisikan anak dan proses perkembangan anak. Rumah, sebagai suatu tempat yang dianggap ruang private bagi perempuan yang saat ini tidak lagi demikian. Karena rumah bukan lagi wadah reproduksi yang menjamin privasi perempuan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya cukup banyak intervensi dan lain sebagainya yang telah masuk dalam ranah privat tersebut. Terakhir, Rawat, yang masih dikaitkan dengan kerja-kerja yang tak dianggap kerja. Nyatanya, para pekerja migran yang dominan perempuan bahkan diberikan gelar pahlawan devisi atas peran dan kerja mereka dalam merawat rumah tanggap. Menjadi asisten rumah tangga atau bekerja di bidang kesehatan di luar negeri merupakan sebagian kecil dari pekerjaan merawat yang dilakukan oleh perempuan.
Saya berpikir bahwa bukan persoalan kegiatan apa yang akan kita kerjakan untuk mengisi akhir pekan. Tetapi kita nyaman dengan hal apa. Bagi saya pribadi, akhir pekan akan lebih bermanfaat jika diisi dengan hal-hal yang dpat berdampak pada pengembangan diri kita. Jika memang ruang-ruang diskusi tersedia, akan lebih baik bagi kita untuk memperbarui pengetahuan dan mencari tahu apa saja yang dibicarakan oleh orang-orang di luar sana.
About The Author
Rahmin Meilani Putri
Sejak mengenal Sastra Indonesia, penulis cukup aktif terlibat dalam forum-forum diskusi ringan yang banyak berbicara tentang sastra mulai dari sudut pandang sosiologi sastra, feminisme, sastra lisan, tradisi lisan, dan problem atau masalah-masalah sastra lainnya. Saat ini, penulis sedang fokus mengamati dan menulis permasalahan-permasalah feminis dalam karya-karya sastra Indonesia (lokal maupun nasional). Bagi penulis, membaca sebagai perempuan, membaca persoalan perempuan, penulis sebagai perempuan, dan membaca tulisan perempuan itu adalah hal yang tidak pernah bosan untuk dilakukan. Ketertarikan ini bukan hanya karena penulis adalah seorang perempuan, tetapi ada banyak hal yang menarik dalam dunia perempuan yang seolah tak pernah akan putus untuk dibicarakan.