Dalam banyak kesempatan sering kali kita menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh lawan bicara kita. Sayangnya, sebagian dari mereka masih menghargai kita, sehingga tidak meninggalkan atau tidak memotong apa yang kita sampaikan. Di sinilah letak sikap pengertian ‘perhatian’ untuk dapat memahami kondisi lawan bicara kita tentang pengetahuan mereka (basic knowledge) atas apa yang kita bicarakan. Dengan kata lain, kita perlu sejenak untuk “diam”, dapat mendengar lebih mendalam tentang apa yang orang lain bicarakan saat kita ikut bersama; nimbrung ‘bergabung’ dalam pembicaraan atau percakapan mereka.
Istilah mendengarkan dalam konteks ini hampir serupa dengan aktivitas menyimak (listening) sebagai sebuah keterampilan dalam berbahasa (language skills); di antara tiga keterampilan lainnya: berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing), walaupun keduanya punya makna yang jauh berbeda. Kata “mendengarkan” dalam seri ini akan disamakan maknanya dengan kata menyimak sebagai satu asosiasi pada konteks seseorang bernilai ‘berarti’ di mata orang lain. Punya performa dan citra yang baik bukan karena banyaknya percakapan yang disampaikan, tapi keseluruhan atas kepribadian yang tampil dari dirinya, tampil apa adanya, tidak mengotot, dan tidak pula ingin dikenal sebagai bagian suatu yang melekat pada dirinya.
Seorang yang terbiasa mendengarkan akan lebih bijak dalam mengambil keputusan. Jika dia seorang pemimpin, baik di tingkat instansi pemerintahan, perguruan tinggi, atau pun di perusahaan sekali pun akan selalu mempertimbangkan potensi yang ada, kemampuan orang-orang di sekitarnya, dan terus memberikan rambu-rambu dan arahan agar semua bagian dapat maju bersama.
Dalam keluarga misalnya, seorang ayah tidak akan memaksakan anaknya untuk mengikuti atau menuruti apa yang diinginkan sang ayah sebelum dia memahami apa kemauan atau keinginan (cita-cita) sang anak. Demikian saat dewasa, seorang ayah juga tidak akan memaksakan anaknya menikah dengan laki-laki pilihan sang ayah selama sang anak tidak mau atau tidak menerimanya. Di sinilah sikap mau memahami, sikap mau mengerti situasi psikologis sang anak.
Dalam dunia pendidikan sikap mau mendengarkan dapat diterapkan oleh seorang guru di sekolah. Seorang guru misalnya, tidak akan memaksakan apa yang sang guru pahami terhadap satu materi pelajaran yang sang murid sendiri belum mengerti; dengan kata lain, guru tidak akan berpindah ke materi yang lain sampai sang anak (siswa) benar-benar memahami materi yang disampaikan guru.
Keingintahuan untuk mendengarkan lebih mendalam atas orang lain akan membantu kita dalam melangkah dan bertindak pada tahap-tahap selanjutnya. Hal ini penting agar kita tidak terjebak pada pengetahuan kita sendiri, pemahaman kita sendiri, cara kita sendiri tanpa orang lain memahami apa yang ingin kita sampaikan, apa yang kita kerjakan.
Pemikir-pemikir besar, berangkat dari ide dan pemikirannya yang disampaikan sebagai kegelisahan atas apa yang terjadi dalam lingkungan saat itu. Pemikirannya dapat tersebar karena kemampuan sang pemikir dalam meyakinkan ‘memahamkan’ orang lain, murid-muridnya, orang-orang terdekatnya, atau orang-orang yang menjadi pengikutnya. Tentu saja selain isi atas gagasan yang ingin disampaikan, juga karena sang penggagas merasakan keresahan ‘kegelisahan’ atas realitas yang dialaminya. Dalam hal ini, sang pemikir dapat merasakan apa yang menjadi persoalan dan diskursus atas realitas yang ada – yang kemudian dijadikan sebagai dasar ideologi atau paham guna memberikan jawaban atas apa yang terjadi. Begitulah yang terjadi pada setiap ideologi- ideologi yang pernah ada, sebut saja paham komunisme, liberalisme, sosialisme, kapitalisme, dan banyak paham-paham lain dalam aliran filsafat dan ekonomi.
Sikap mau mendengarkan akan lebih dekat dengan kesediaan untuk menampung apa yang menjadi permasalahan, jika itu berkaitan dengan persoalan publik. Mendengarkan juga lebih dekat dengan jiwa “ingin” menyelesaikan. Seorang yang terbiasa mendengarkan akan lebih mudah dalam menangkap maksud dan tujuan. Lebih mudah melayani dan kesediaan untuk menerima dan memberikan dorongan atas apa yang terjadi.
Seorang teman yang baik, akan lebih banyak mendengarkan berbagai persoalan yang dihadapi temannya selama keduanya dapat saling mempercayai. Sikap mau mendengarkan akan lebih dekat keakraban, lebih intim dan menenangkan.
Beberapa hal berikut menjadi cerminan baik yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya: [1] tetaplah dengar apa yang orang lain katakan tentang dirimu, namun jangan terlarut dan tenggelam, [2] jadikan setiap tindakan kita lakukan selalu didasarkan pada nilai-nilai kebaikan, seperti memberikan keputusan berangkat dari satu persoalan yang terjadi, [3] carilah informasi sebanyak mungkin untuk menjawab atau memutuskan sebuah tindakan, dan [4] jadikan sikap mau mendengarkan sebagai sebuah kebiasaan.
Menerapkan prinsip-prinsip di atas dalam kehidupan nyata akan menjadikan kita lebih siap berkomunikasi dan beradaptasi dengan banyak orang. Menjadikan kita lebih paham atas berbagai persoalan yang ada dalam kehidupan kita, baik sebagai pribadi dalam satu kelompok/komunitas, atau berada di lingkungan tempat kita bekerja.