Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Api kepada kayu yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Siapa yang tidak kenal puisi di atas?

Ya puisi gubahan eyang sapardi djoko damono rahimahullah ini cukup terkenal, tidak hanya di Indonesia tetapi mancanegara. Puisi angkatan lama cukup teratur dipenuhi dengan rima dan irama yang teratur. Sedangkan angkatan baru sedikit lebih luwes dan tidak se-“kaku” angkatan lama. Karya-karya sapardi djoko damono baik puisi, cerpen maupun novel selalu menarik untuk diulek.

Sebagai seorang yang pernah berkecimpung di dunia sastra, membahas sastra dari kacamata ilmuan membuat saya tergelitik untuk kembali membahas beberapa poin sastra. Sastra sejatinya adalah hasil karsa dan cipta manusia dalam bentuk kata-kata. Umumnya dalam bentuk puisi, cerpen, novel, babad dan tidak menutup kemungkinan dalam bentuk artefak atau keramik serta bangunan. Sastra dahulunya dibacakan bukan hanya sebagai penghibur tetapi sebagai penyemangat di medan perang. Hal ini dikarenakan sastra diceritakan dan dibacakan di kedai-kedai kopi ketika para veteran selesai berperang dan mereka berkumpul sambil menceritakan kisah heroic peperangan.

Romance diartikan sebagai heroic dan perjuangan. Jika hanya mengartikan sebagai kisah asmara diantara dua insan berlawanan jenis, tetapi lebih dari itu. Romance diartikan sebagai dua insan tersebut berjuang untuk bersama walaupun harus melewati perbedaan dan tantangan yang ada di depan mereka. Cerita yang disajikan di kedai kopi usai peperangan bukan saja romance tetapi heroic itu sendiri yakni, ketika seorang lelaki harus meniggalkan kekasihnya dan menuju medan perang. Dia yang di medan perang sedang berusaha memenangkan peperangan untuk kembali ke kekasihnya. Cinta untuk Negara dstnya. Namun dari semua cerita tentang kejayaan sastra, mengapa romeo dan Juliet sangat terkenal? Berdasarkan telaah sastra, dikarenakan kisah ini berakhir tragis sementara waktu itu kisah cinta rekaan pengarang umumnya berakhir bahagia. Dikarenakan berbeda dari karya sastra pada umumnya maka romeo dan Juliet lebih terkenal.

Karya yang terkenal di Indonesia adalah tenggelamnya kapal van  der wijck, yakni kisah cinta zainuddin dari tanah bugis dan hayati dari tanah batipuh. Beberapa mengatakan mirip dengan titanic. Namun dibalik kemiripan itu, ada pesan khusus yang ingin disampaikan oleh pengarang cerita yakni rasisme yang kental dan pesan itulah yang ingin digali oleh Hamka. Selain romeo dan Juliet, William Shakespeare telah menulis banyak drama yakni roseland dst. Drama-drama rekaan William Shakespeare mengkritik keadaan masyarakat Inggris pada waktu itu. Pada masa romeo dan Juliet diciptakan, sastra Amerika kurang berkembang karena sastra Amerika masih di bawah bayang-bayang kesusastraan colonial yakni Eropa. Adapun sastra Indonesia pada abad ke lima belas dibagi menjadi beberapa bagian, perbedaan ini bergantung pada tempat karya sastra berasal; jika di Sulawesi Selatan, karya sastra identic dengan I la ga li go, yakni babad naskah kesusastraan hindu-budha yang ditulis oleh datu pancai tanna yang bernama islam daeng Fatimah. Walaupun daeng Fatimah telah berislam, dia masih menulis babad yang menurut sebagian besar pengamatnya, berisi hal-hal masa lampau kehidupan di daerah setempat yakni khurafat dan mistis. Babad naskah I la ga li go adalah naskah terpanjang di seluruh dunia mengalahkan naskah mahabarata yang ada di India. Sayangnya, naskah ini tidak bisa dinikmati secara langsung di museum yang ada di Indonesia karena anda harus merogoh kocek untuk melihat naskah ini berada di museum nasional negeri Belanda.

Karya sastra identic dengan isi, keteraturan, kata-kata, frasa, pemenggalan dan kosa kata yang sarat menggunakan majas sarkastik, metaphor, dan personifikasi untuk menggambarkan benda yang ingin dibicarakan namun tidak menggunakan nama benda tersebut secara langsung, ini dikenal dengan makna tekstual, berarti keterhubungan antara kata demi kata, frasa demi frasa, klausa demi klausa, kalimat demi kalimat, serta  bait demi bait dalam isi puisi tersebut yang melahirkan kohesi (kesatuan) dan koherensi (keterkaitan/keterhubungan). Oleh karenanya, dapat membentuk wacana yang ingin dibangun dalam proses penciptaan karya sastra sehingga makna yang dilahirkan jelas. tidak ambigu dan tidak menimbulkan multi tafsir bagi penulis maupun pembaca. Sewalaupun beberapa sastrawan seperti sapardi djoko damono pernah mengatakan bahwa sastra yang multi tafsir justru lebih mudah diingat karena dapat dijadikan bahan perbincangan hangat dan tidak berhenti dibahas.

Dalam karya sastra, makna tekstual sangat erat kaitannya dengan makna yang ingin disampaikan oleh penulis karya sastra tersebut, beberapa mahasiswa sastra  umumnya dan mungkin juga orang-orang awam sastra ataupun yang tidak terlalu berkecimpung di dunia sastra mengalami kesalahan umum dalam menafsirkan karya sastra yakni lebih menitikberatkan pada siapa penulis puisi tersebut? Unsur ekstrinsik sastra ini dapat juga dijadikan acuan dalam mengkaji karya sastra tetapi bukanlah patokan utama. Dibandingkan dengan melihat siapa penulis karya sastra, pertanyaan berupa “bagaimana situasi sosial saat karya sastra ini diciptakan?” “apa konteks situasional yang sedang terjadi ketika puisi ini dibacakan?” lebih dianjurkan. Pertanyaan atau pengkajian yang mengarah kepada konteks puisi biasa dikenal dengan makna kontekstual. Dalam kajian kesusastraan lama makna kontekstual biasa dikenal dengan nama makna eksternal. Perhatikan puisi dibawah ini  

Malam lebaran

Rembulan di atas kuburan

Judul puisi Malam lebaran

Badan puisi rembulan di atas kuburan

Karya sitor situmorang

Secara tekstual puisi bermakna; “malam lebaran” lebaran diidentikkan sebagai kebahagiaan, keluarga berkumpul, makanan baru, ketupat, daging, baju baru, keluarga jauh berkumpul dan semua orang berbahagai. Lebaran diartikan sebagai keadaan berbuka setelah sekian lama berpuasa, lebaran diartikan sebagai kemenangan. Secara harafiah dan terminologi lebaran berarti positif. Di sisi lain, isi puisi bermakna rembulan, identic dengan keindahan dan penerang namun ada kuburan, kuburan diartikan sebagai kehilangan kesedihan dan kemurungan yang berkepanjangan. Rembulan di atas kuburan, singkat padat dan jelas. Ada rembulan; kesenangan, di atas kuburan; penderitaan. Secara utuh puisi ini bermakna ada kebahagiaan di atas kesedihan.

Bagi orang awam kesusastraan, puisi di atas dapat diartikan sebagai; malam lebaran itukan dirayakan bukan saja oleh yang masih hidup tetapi juga dirayakan oleh orang yang sudah meninggal di dalam kubur. Berbeda dengan penafsiran pada umunya pemilik jiwa sastra mampu menafsirkan makna tekstual dan kontekstual secara bersamaan dengan memperhatikan permainan kata dan konteks yang digunakan oleh penggubah puisi. Sitor sitomorang adalah kawan dari pramodya ananta toer, sitor dalam karyanya di atas menggunakan majas personifikasi yakni pengandaian terhadap situasi yang sedang dia amati atau alami sehingga menggunakan perbandingan yang cukup jelas.

selengkapnya Makna tekstual dan kontektual puisi (pratiwisaktitamrin.blogspot.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *