Khadafie | News

CIPTAKAN BENTENG IDEALISME

Bismillah

Oleh : Dr. Muammar Khadafie, M.Pd.I

Bahaya laten korupsi sudah merajai bumi pertiwi nan permai, berjuta rakyat menjadi imbas dari segelintir penguasa yang berkesadaran bengkok alias suka merampok, merampas, mencekik, bahkan menghisap hak-hak rakyatnya. Dari era Orde Lama, Orde Baru dan era reformasi korupsi masih menjadi penyakit yang hingga saat ini belum ditemukan obat penawar, angkanya tidak bisa ditekan bahkan semakin merajalela, apalagi untuk diberantas dan dihilangkan dari bumi pertiwi.

Virus utamanya belum ditemukan, masih diterka-terka apa sebab musababnya, sehingga virus ini bisa mengakar dengan kuat di bumi pertiwi. Jika disebabkan oleh minimnya kesadaran intelktual, kecintaan, wawasan kebangsaan, kesadaran hukum, toh pelakunya adalah para pakar, ilmuan, sampai tokoh yang berwawasan serta berintelejensi tinggi.

Memberantas korupsi bukan perkara mudah, ditambah lagi bagaimana para pemimpin bangsa yang tidak berkarakter. Rasa kecintaan, wawasan kebangsaan, kesadaran hukum yang mereka perlihatkan di depan publik hanyalah sandiwara belaka.

Ketika hukum tak mampu berbicara

Di negara Indonesia, hukum adalah panglima tertinggi untuk mengawal dan menindak setiap tindakan kejahatan termasuk korupsi. Tapi lagi-lagi hukum justru telah membakar identitas dan nama baiknya oleh beberapa pegiat dari dalam tubuh sendiri. Kasus-kasus mafia peradilan, serta longgarnya hukuman yang dialamatkan kepada pelaku korupsi menambah hancur kredibilitas hukum di mata masyarakat, bahkan KPK yang digadang-gadang sebagai pemburu kasus yang paling disegani berikut dipercaya oleh hampir seluruh rakyat negara ini pun ikut terjangkit oleh penyakit korup yang terus membudaya dari aras yang satu hingga aras lain. Fakta ini membuat rakyat terus melahirkan pertanyaan, dimana kita bisa menempatkan badan untuk bersandar?

Hukum telah lama tunduk oleh penguasa, hukum yang harusnya memberi efek jera kepada pelaku korup justru memberi ruang yang semakin lebar dan nyaman untuk para perampok uang negara. Hukum bahkan seolah-olah menjadi tempat bermainnya pegiat korupsi. Ini fakta, bukan cerita fiktif yang dinarasikan dalam dongeng-dongeng lama. Gayus Tambunan pelaku korupsi di wilayah pajak justru enak melenggang keluar di tengah ia sedang dalam jeratan hukum, Artalita tanpa sedikitpun rasa hormat kepada hukum dengan mambawa peralatan tidur layaknya hotel di dalam jeruji besi. Dua kasus ini hanyalah cipratan kecil yang cukup membuat kita kehilangan kepercayaan kepada lembaga peradilan di negeri garuda ini.

Negara ini sepertinya tidak lagi membutuhkan lembaga hukum, karena hukum senang menjebak rakyat kecil, menindas yang lemah, sebaliknya mereka malu-malu kepada penguasa, sopan santun kepada koruptor, bahkan mau bodoh-bodohi oleh para kleptokrat di negeri ini.

Berantas koruptor tak harus KPK

Pemberantasan korupsi merupakan tanggungjawab kita bersama, terutama para akadmisi, masyarakat dan kaum intelektual, hal ini diwakili oleh generasi penerus dan perguruan tinggi sebagai pencetak, pengkader, pembimbing, bagi generasi penerus (pelajar, pemuda dan mahasiswa). Perguruan tinggi harus bisa mentransformasikan pendidikan karakter ( model, metode dan kurikulum) yang pas untuk menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan karakter. Disamping itu peran masyarakat juga sangat penting dalam penginternalisasian nilai-nilai kearifan lokal, karena peran lingkungan sangat mempengaruhi karakter anak bangsa.

Kita harus menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memperbaiki moral, lebih tegasnya yakni “memanusiakan manusia”. Berbagai macam kurikulum telah dipergunakan di negara kita tercinta ini yang tidak lain adalah untuk tercapainya tujuan-tujuan pendidikan yang telah teramanatkan dalam UUD 1945 pada umumnya dan pada khususnya dalam perundang-undangan pendidikan yang telah dibuat oleh pemerintah.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada siswa yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Disamping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku siswa yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikologi, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Pendidikan karakter yang perlu di implementasikan dilembaga pendidkan adalah karakater falsafa bangsa indonesia dan nilai-nilai moralitas. Empat pilar filosofi bangsa harus terinternalisasikan dengan baik. Keempat pilar tesebut adalah: Pancasilah, UUD 1945, NKRI dan Bineka Tunggal Ika. Nilai-nilai moralitas yang perlu ditanamkan adalah akhlakul karimah, budipekerti luhur.

Guru sebagai agen of change, iron stock dan social control harus melakukan yang terbaik untuk bangsa. Harus berani mengatakan tidak dan siap memerangi para koruptor sejak dini. Harus menancapkan idealisme yang kokoh sebagi benteng dan pondsi memerangi korupsi. Melakukan segala hal dengan kecintaan baik itu dalam ranah hubungan terhadap Allah, alam, manusia, hayati (interaksi kehidupan) dan akhirat.

Hubungan dengan Tuhan adalah kita menempatkan diri kita sebagai hamba. Melakukan ibadah dengan sebaik-baik ibadah. Melakukan yang terbaik untuk alam Indonesia, sehingga bermanfaat untuk rakyat. Melakukan interaksi sosial yang terbaik (mengauli sesama) dengan pergaulan dan interaksi yang terbaik.

Jika itu bisa terinternalisasi dengan baik maka masyarakat Indonesia akan terbebas dari budaya korupsi. (Sumber: Joglo Semar, 27 Februari 2012). Kontak person: 082147770258. Email: tongo_boy@yahoo.com

Ciptakan Benteng Idealisme

Share Now

Latest News