Jabatan fungsional dosen dalam perguruan tinggi sekarang tidak lagi hanya berurusan dengan dosen sendiri, tetapi menjadi kewajiban lembaga/institusi dalam upaya meningkatkan kualitas akreditasi program studi khususnya dan Universitas dalam konteks yang lebih umum. Karena itu, persoalan ini sering menjadi perbincangan dan diskusi panjang bagi masing-masing institusi. Untuk menguatkan pemahaman tersebut, salah satu webinar yang diikuti hari ini Sabtu, 17 Juni 2023 bertajuk “Kuliah Pakar” dengan tema “Pengembangan Karir Dosen secara Berkelanjutan: Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, dan Guru Besar) Secara Efektif” diselenggarakan oleh Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (ADOBSI) Pusat. Kegiatan dengan menghadirkan Prof. Dr. Maman Suryaman, M.Pd. dari Universitas Negeri Yogyakarta dan Prof. Dr. Fathiaty Murtadho, M. Hum., dari Universitas Negeri Jakarta selaku narasumber.
Dalam banyak paparan para narasumber menyinggung tentang beberapa kendala yang sering dialami oleh banyak dosen yang mengajukan jabatan fungsional, termasuk persoalan lineritas yang sering sekali disalah tafsirkan. Persoalan yang sering muncul seperti jumlah angka kredit yang belum memenuhi, hanya sebagai penulis kedua atau dalam kumpulan beberapa penulis, jurnal yang habis masa akreditasinya, di samping persyaratan teknis dalam publikasi yang tidak memenuhi standar (aturan), seperti uji plagiasi, tidak ada hasil proses reviewer, hingga ketidaksesuaian antara jurnal dengan bidang keahlian khususnya pada kenaikan jabatan fungsional yang lebih tinggi (Lektor 300 s.d. Lektor Kepala, hingga profesor).
Dalam soal dosen yang secara bidang keilmuan mendapat tugas bukan sesuai dengan jurusannya atau keahliannya, tetap dapat naik jabatan fungsionalnya selama penelitian dan publikasinya sesuai dengan bidang keahliannya (rumpun keilmuannya), bukan mata kuliah yang diampu. Misalnya, secara khusus dosen yang S1 dan S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan mendapat tugas di program Studi PGSD, makanya penelitian sejalan dengan hal-hal yang berkaitan jurusan di PGSD dengan tetap tetap mencantum pendidikan bahasa Indonesia. “Ibu dapat melakukan penelitian yang sesuai dengan rumpun ilmunya, seperti: pendidikan bahasa anak, kajian psikolinguistik pada anak berkebutuhan khusus, tema-tema dengan mencantum bidang keahliannya” ungkap prof Maman ketika menjawab salah satu pertanyaan peserta webinar. Ulasan narasumber di atas banyak terjadi, khususnya di perguruan tinggi swasta pada banyak tempat. Gambaran seperti inilah yang dimaksud dengan interdisipliner dalam penelitian, khusus dosen yang homebase bukan sesuai rumpun keahliannya.
Penelitian interdisipliner memang banyak dilakukan oleh para dosen di era saat ini. Perkembangan situasi dan persoalan yang terjadi membutuhkan inovasi dosen dalam menggunakan berbagai metodologi dan penyesuaian, khususnya berkaitan dengan mixed (metode campuran). Kajian interdisipliner banyak diminati selain karena tuntutan dari topik yang diangkat, bisa jadi karena strata peminatan dan rumpun ilmu dosen ketika mengenyam pendidikan S1 dan S2 yang berbeda, sehingga riset dan penelitian menjadi lebih variatif dengan metode campuran.
Idealnya, dosen melakukan penelitian dan pengabdian sesuai dengan bidang rumpun ilmunya. Namun pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri beberapa dosen mendapatkan “tugas” penempatan tidak sesuai dengan program studinya S2, makanya penelitian yang interdisipliner menjadi jalan tengah agar apa yang menjadi basic keilmuannya tetap sesuai dengan apa yang didapatkan, baik saat S1 atau pun S2. Model seperti juga dijumpai pada beberapa guru besar (profesor) yang saat proses pengajuan jabatan fungsional diterima Dikti.
Gambaran di atas tidak jauh beda dengan apa yang disampaikan oleh para narasumber dari LLDIKTI Wilayah VIII pada kegiatan workshop Evaluasi dan Monitoring yang dilaksanakan oleh DSDM Universitas Teknologi Sumbawa yang penulis ikuti.
Dalam forum webinar yang suasana semakin terbuka ‘hangat’ dengan banyak pertanyaan yang muncul – sharing pengalaman ‘kendala’ dalam pengajuan Japung. Persoalan dosen yang tidak jauh-jauh dari persoalan kenaikan jabatan fungsional, baik yang normal atau pun yang loncat jabatan, sesuai dengan pemenuhan kelengkapan dari setiap dosen, seperti dosen dari Lektor 300 ke lektor kepala dengan tingkatannya masing-masing. Bapak/Ibu dosen yang akan naik jabatan pada tingkat yang lebih tinggi melalui sistem yang alamat ini Home – Sistem Penilaian Angka Kredit Dosen (kemdikbud.go.id) dengan ketentuan yang berlaku.
Menambah informasi dengan terus belajar akan mengurangi “kesalahpahaman” dan “misinformasi” hingga dapat secara kontinu memperbaiki apa yang telah direncanakan; tahapan-tahapan dari setiap perencanaan untuk menjemput apa yang menjadi target (impian). Ungkapan penulis novel populer seperti Tere Liye (Lahir 1979) menjadi motivasi kita bersama sekaligus sebagai pengingat “Percayalah, sepanjang kita punya mimpi, punya rencana, walaupun kecil tapi masuk akal, tidak boleh sekalipun rasa sedih, rasa tak berguna itu datang mengganggu pikiran”.