Punishment Dalam Modifikasi Perilaku

Tiga hal yang dapat digunakan untuk mendefinisikan punishment/hukuman:

1. Perilaku tertentu terjadi.

2. Sebuah konsekuensi segera mengikuti tingkah laku tersebut.

3. Sebagai hasilnya, perilaku cenderung untuk tidak muncul kembali di masa mendatang.

Hukuman berasal dari bahasa inggris yaitu kata punishment yang berarti law atau hukuman atau sikasaan. Menurut isttilah terdapat perbedaan terdapat berbagai pengetian yang disampaikan oleh para ahli antara lain :

  1. Punishment adalah usaha edukatif untuk memperbaiki dan mengerahkan siswa  kearah yang benar, bukan praktek hukuman dan siksaan yang memasung kreatifitas (Malik Fadjar)
  2. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991) yang mengemukakan  bahwa:

Hukuman adalah suatu perbuatan dengan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain, baik dari segi kejasmanian maupun kerohanian orang lain yang memiliki kelemahan dari pada diri kita dan oleh karena itu kita mempunyai tanggung jawab membimbingnya dan melindunginya. Hukuman (punishment) adalah sebuah konsekuensi yang menurunkan kemungkinan bahwa sebuah perilaku akan muncul.

  • Menurut Roestyah, punishment adalah suatu perbuatan yang tidak menyenangkan dari orang yang lebih tinggi kedudukannya untuk pelenggaran dan kejahatan, bermaksud memperbaiki kesalahan.
  • Punishment adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (guru, orang tua,dll)setelah terjadi pelanggaran, kejahatan atau kesalahan (M. Ngalim Purwanto).

Jadi,  punishment adalah suatu teknik modifikasi perilaku berupa pemberian respon yang tidak menyenangkan atau pun menghilangkan respon yang menyenangkan apabila individu melakukan tindakan yang dinilai tidak baik.

Konsep yang Salah Mengenai Punishment (Hukuman)

Pada modifikasi perilaku, punishment diartikan sebagai sebuah teknik yang memiliki maksud spesifik. Punishment oleh analis behavior merujuk pada sebuah proses dimana konsekuensi dari sebuah tingkah laku dapat menghasilkan penurunan kejadian tingkah laku dikemudian hari. Hal ini sangat berbeda dengan pemikiran kebanyakan orang mengenai makna dari punishment. Dalam pemakai yang umum, punishment dapat berarti banyak hal dan kebanyakan tidak menyenangkan. Orang yang tidak familiar dengan definisi punisment sebagai sebuah teknik, akan menganggap bahwa penggunaan punishment dalam memodifikasi perilaku adalah salah dan berbahaya.

Hukuman bukanlah sebuah siksaan kepada seseorang yang melakukan kesalahan tetapi dalam modifikasi perilaku hukuman dijadikan sebagai cara untuk mengubah perilaku yang kurang baik atau pun yang maladaptif agar menjadi lebih baik. Bisa dikatakan hukuman adalah cara untuk mendidik dan memotivasi seseorang menjadi lebih baik. Hukuman diberikan untuk menyadarkan individu bahwa perbuatan yang dilakukan salah, membentuk pribadi yang baik dan menanamkan tanggung jawab kepada individu atas konsekuensi dari kesalahan atau pun pelanggaran yang dilakukan. Dalam teori Skinner hukuman dibagi menjadi dua yaitu

  1. Hukuman positif (positif punishment) adalah berkurangnya perilaku ketika diikuti dengan rangsangan yang tidak menyenangkan.

Positif Punishment

1. Kejadian suatu perilaku.

2. Diikuti oleh penyajian stimulus yang tidak disukai (aversive stimulus).

3. Dan, sebagai hasilnya, tingkah laku tersebut cenderung untuk tidak muncul kembali di masa mendatang.

Contoh:

Seorang anak sekolah menengah pertama ketahuan menyontek oleh gurunya lalu diberi hukuman untuk berdiri di depan kelas dengan mengangkat satu kaki dan tangannya memegang telinga secara menyilang. Sebagai hasilnya, perilaku menyontek pada siswa ini berkurang.

Kasus ini merupakan contoh penerapan positif reinforcement karena stimulus yang tidak menyenangkan segera diberikan saat anak itu menyontek dan tingkah laku menyontek berkurang sebagai hasilnya.

  • Hukuman negative (negative punishment) adalah berkurangnya perilaku ketika rangsangan positif dihilangkan atau diambil.

Negatif Punishment

1. Kejadian suatu perilaku.

2. Diikuti oleh penghilangan stimulus yang memperkuat.

3. Dan, sebagai hasilnya, tingkah laku tersebut cenderung untuk tidak muncul kembali di masa mendatang.

Contoh:

Seorang anak tidak mau belajar, maka cara untuk mengurangi/menghilangkan tingkah laku ini adalah dengan menghilangkan beberapa penguat lainnya (yang disenangi anak dan tidak berkaitan langsung dengan tingkah lakunya) –seperti dengan tidak memberikan uang jajan atau larangan menonton TV– setiap kali anak tidak mau belajar. Dengan begitu, anak akan mengurangi perilaku tidak mau belajarnya.

Kasus ini merupakan contoh penerapan negatif reinforcement karena stimulus yang memperkuat segera dihilangkan saat anak itu tidak mau belajar, dan tingkah laku (tidak mau belajar) berkurang sebagai hasilnya.

Menurut waktu pemberian hukuman, hukuman dibagi menjadi dua yaitu hukuman langsung  dan hukuman yang tertunda. Hukuman langsung adalah hukuman yang diberikan segera setelah melakukan perbuatan yang salah. Hukuman ini lebih efektif untuk menurunkan tingkat kemunculan perilaku yang kurang baik. Kedua, hukuman yang tertunda yang diberikan  secara langsung dengan jeda waktu yang tidak lama setelah melakukan suatu kesalahan.

Tokoh-tokoh dalam teknik Punishment

Edwin Guthrie percaya bahwa hukuman (Punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

B.F Skinner tidak sependapat dengan Guthrie dan tidak mengandalkan punishment dalam pembentukan atau manipulasi perilaku karena pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara; dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi bila hukuman berlangsung lama; hukuman dapat mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman, dengan kata lain si terhukum dapat melakukan hal yang lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.

Kategori Punishment menurut Van Houten (1983)

1. Phsycal (Aversive) Punishmant

Melibatkan seluruh ganjaran yang akan mengaktivasi reseptor sakit/nyeri atau reseptor indera lain yang biasanya membangkitkan perasaan tidak nyaman. Physical punishmant dikenal sebagai stimulus aversiveatau aversive punishers.

Contohnya: pukulan di pantas, cubitan, suara keras, jambak rambut, mengguyur dengan air dingin, dan sebagainya.

2. Reprimands Punishmant

 Reprimands → strong negative verbal stimulus. seperti, “tidak! itu buruk!”. Umunya ini diberikan pada perilaku yang kurang tepat. Biasanya melibatkan kontak mata/tatapan dan cengkraman kuat. Pada beberapa kasus, keefektifan reprimands akan meningkat dengan memasangkan prosedur tersebut dengan bentuk lain punishment.

Sebagai contoh, penyandang retardasi mental yang sering melukai dirinya sendiri, terapis akan menggunakan teknik reprimands yang digabungkan dengan pemberian mist spray untuk mengurangi perilaku self injury.

3. Time Out

Melibatkan pengalihan atau pemindahan individu dari situasi yang memiliki reinforcer tinggi kedalam situasi yang memiliki reinforcer rendah dikarenakan suatu perilaku tertentu. dua tipe timeout, yaitu:

a. Exclusionary timeout

Memindahkan individu dari sebuah situasi dimana reinforcement diberi pada waktu yang singkat. (misal 5menit) biasanya menggunakan ruangan khusus yang disebut dengan timeout room → reinforce sama sekali tidak tersedia.

b. Non-exclusionary timeout

Suatu pengenalan terhadap situasi dimana situasi diasosiasikan dengan reinforcement yang sedikit.Reinforcer tersedia tetapi tidak ada akses.

Contoh: Seorang anak TK yang tidak mau mengerjakan tugas mewarnai & melipat melainkan mengganggu teman-temannya. Melihat kondisi tersebut, guru mendatanginya kemudian berkata kepada siswanya : “kemari, ikutlah denganku!” Ia menggandeng anak tersebut dan menyuruhnya duduk di kursi yang agak jauh dari teman-temannya kemudian berkata : “kamu tidak boleh bermain ketika kamu tidak mau mengerjakan tugasmu, tetaplah duduk di sini sampai saya mengatakan bahwa kamu boleh bergabung kembali bersama teman-temanmu!” (teman-temannya boleh bermain karena menyelesaikan tugas) 

4. Response Cost Punishmant

Pengurangan sejumlah reinforcer tertentu apabila muncul perilaku yang tidak diinginkan. Response costterkadang digunakan dalam program modifikasi perilaku dimana klien akan mendapatkan token sebagai bentuk reinforcement (Weiner, 1962). Response cost berbeda dengan timeout punishment, yakni dalam perihal tidak terdapatnya sebuah perubahan atas reinforcement yang kebetulan ada pada saat hal tersebut diberlakukan. Prosedur ini secara luas digunakan oleh pemerintah untuk mengontrol warga negaranya.

Contoh: Ony akan membeli camilan di supermarket sebagai bekal nonton pertandingan sepak bola di TV, karena lahan parkir penuh dan ia tidak lama di supermarket maka ia memutuskan parkir di ruas jalan yang digunakan oleh penyandang cacat. Setelah selesai berbelanja dan akan pulang, Ony terkejut bahwa ia diharuskan membayar parkir lebih mahal dari biasanya (terkena denda).

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *