Oleh: Yuni Yolanda, S.Pi., M.Si.(Dosen Teknik Lingkungan UTS)
Indonesia menghadapi sejumlah permasalahan lingkungan yang sangat serius pada beberapa dekade terakhir diantaranya yakni dikutip melalui laman liputan6.com bahwasannya Provinsi Riau selama 22 tahun belakangan sering dilanda kabut asap khususnya pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan karena kebakaran hutan dan lahan (karhutla) oleh oknum maupun perusahaan yang tidak bertanggung jawab sehingga menyebabkan gangguan kesehatan pada pernafasan, terganggunya aktivitas masyarakat dan terhambatnya penerbangan di bandara Sultan Syarif Kasim II.
Permasalahan tumpahan minyak di perairan Indonesia juga sering terjadi seperti kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan (Maret 2018), kebocoran dan tumpahan minyak dari sumur YYA-1 milik PHE ONWJ (Juli 2019), kebocoran sumur pengeboran PHE Offshore Southeast Sumatra (OSES) atau Offshore North West Jawa (ONWJ) (Agustus 2020), dan tumpahan minyak di Kepulauan Riau yang terjadi setiap tahunnya dan belum teridentifikasi penyebab tumpahan minyak tersebut hingga saat ini. Tidak hanya itu, sungai yang merupakan sumber air permukaan untuk keperluan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya juga tidak luput dari pencemaran seperti yang terjadi di Sungai Citarum, Jawa Barat. Saat ini sungai Citarum juga menghadapi tantangan serius terkait pencemaran dan kerusakan lingkungan seperti pencemaran limbah industri, limbah domestik, dan limbah pertanian yang telah menyebabkan penurunan kualitas air sungai.
Pencemaran yang terjadi di lingkungan khususnya di Indonesia memiliki dampak yang merugikan pada manusia, keanekaragaman hayati, dan ekosistem secara umum. Beberapa dampak utama dari pencemaran lingkungan adalah sebagai berikut: Kesehatan manusia menjadi terganggu; kerusakan ekosistem air, tanah, dan udara; kehilangan keanekaragaman hayati (punahnya spesies langka); terjadinya perubahan iklim yang merugikan segala sektor dan pihak; serta terjadinya kerugian ekonomi.
Penting untuk mengurangi dan mencegah pencemaran lingkungan untuk melindungi kesehatan manusia, menjaga keanekaragaman hayati, dan menjaga keberlanjutan ekosistem mengingat banyaknya kerugian yang ditimbulkan akibat pencemaran yang terjadi di lingkungan baik dalam aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Di Indonesia, regulasi untuk mengendalikan pencemaran lingkungan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) beserta peraturan turunannya. Namun faktanya, di lapangan masih banyak terjadi pencemaran lingkungan yang merugikan banyak pihak. Dalam beberapa kasus, sektor industri masih sering berperilaku curang seperti: Pembuangan limbah berbahaya dengan cara yang tidak benar; pelanggaran aturan dan standar lingkungan melebihi batas emisi yang diizinkan; menggunakan bahan kimia berbahaya tanpa tindakan pengamanan yang memadai; manipulasi data atau laporan terkait dampak lingkungan yang perusahaan/industri mereka sebabkan; melakukan kegiatan pembuangan limbah secara illegal; dan lain sebagainya.
Pajak dapat menjadi solusi dalam pemecahan permasalahan isu pencemaran lingkungan selain regulasi tentang UU PPLH dan peraturan turunan lainnya. Pajak negara dapat dikenakan pada berbagai sumber pendapatan, termasuk penghasilan individu dan perusahaan, kekayaan, konsumsi barang dan jasa, serta transaksi keuangan. Pajak negara memiliki peran penting dalam mempertahankan stabilitas ekonomi dan memastikan keadilan dalam pembagian beban fiskal. Pendapatan dari pajak negara digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat. Pajak juga dapat digunakan sebagai alat kebijakan ekonomi untuk merangsang atau mengendalikan aktivitas ekonomi dan mengatasi ketidakseimbangan dalam perekonomian serta mengendalikan dampak eksternalitas negatif. Penggunaan pajak untuk mengendalikan dampak eksternalitas negatif adalah salah satu strategi yang umum digunakan oleh pemerintah. Eksternalitas negatif terjadi ketika suatu kegiatan atau produk menghasilkan dampak negatif yang tidak tercermin dalam harga pasar. Contohnya adalah polusi udara yang dihasilkan oleh pabrik atau limbah kimia yang mencemari sungai.
Dengan memberlakukan pajak tinggi pada produk-produk dan jasa yang berkontribusi pada dampak negatif tersebut, pemerintah dapat mencapai beberapa tujuan:
- Menginternalisasi Biaya Lingkungan: Pajak lingkungan dapat digunakan untuk menginternalisasi biaya lingkungan yang terkait dengan aktivitas ekonomi yang mencemari. Dengan memberlakukan pajak pada produk atau aktivitas yang berkontribusi terhadap pencemaran, biaya pencemaran tersebut tercermin dalam harga produk atau layanan. Hal ini mendorong produsen dan konsumen untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dalam pengambilan keputusan ekonomi mereka. Contohnya: pemerintah dapat memberlakukan pajak karbon pada emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh industri, transportasi, dan sektor lainnya. Dengan memberlakukan pajak karbon yang tinggi, perusahaan akan menghadapi biaya yang lebih tinggi jika mereka menghasilkan emisi yang tinggi. Hal ini mendorong perusahaan untuk mencari cara untuk mengurangi emisi mereka, seperti mengadopsi teknologi yang lebih bersih atau menggunakan sumber energi terbarukan.
- Mendorong Inovasi Teknologi: Pajak yang tinggi pada produk-produk berdampak negatif dapat mendorong inovasi teknologi dan penelitian dalam menciptakan solusi yang lebih bersih atau lebih aman. Dengan meningkatkan biaya penggunaan produk yang tidak ramah lingkungan atau tidak sehat, perusahaan akan didorong untuk mencari cara baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Contohnya pengembangan produk mobil/motor listrik.
- Pendapatan Tambahan untuk Pemerintah: Pajak yang dikenakan pada produk-produk berdampak negatif dapat menghasilkan pendapatan tambahan bagi pemerintah. Pendapatan ini dapat digunakan untuk membiayai program lingkungan, penelitian, atau untuk mengurangi beban pajak pada sektor lain.
- Instrumen Pengendalian yang Efektif: Pajak lingkungan dapat menjadi instrumen pengendalian yang efektif karena dapat diterapkan secara fleksibel dan dapat disesuaikan dengan tingkat pencemaran yang dihasilkan. Pemerintah dapat menyesuaikan tarif pajak sesuai dengan tingkat pencemaran yang diinginkan atau dapat menggunakan sistem insentif dan diskon untuk mendorong perilaku yang lebih berkelanjutan.
- Mengurangi Beban Fiskal Pada Masyarakat: Dengan memberlakukan pajak lingkungan, pemerintah dapat mengurangi beban fiskal yang ditanggung oleh masyarakat dalam penanganan dampak pencemaran. Pendapatan dari pajak dapat membantu pemerintah dalam membiayai upaya pengendalian pencemaran, sehingga tidak seluruhnya ditanggung oleh masyarakat secara langsung melalui biaya pengobatan atau pemulihan lingkungan.
Namun, perlu diingat bahwa penggunaan pajak sebagai instrumen pengendalian eksternalitas harus didukung oleh analisis yang cermat dan pengawasan yang ketat. Pengenaan pajak yang terlalu tinggi atau tidak memadai dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, seperti peningkatan harga yang tidak terjangkau bagi konsumen atau kerugian ekonomi bagi sektor tertentu. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan keseimbangan yang tepat antara tujuan pengendalian eksternalitas dan kepentingan ekonomi yang lebih luas. Meskipun pajak lingkungan bukan satu-satunya solusi untuk pemecahan masalah pencemaran lingkungan, pajak dapat berperan sebagai alat yang efektif dalam mengubah perilaku ekonomi dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.