Pengawet Ikan dari Daun Bidara Indigenous Sumbawa
Menurut Sucihati dkk (2021) Kabupaten Sumbawa yang memiliki sumber daya alam, baik daratan maupun lautan yang sangat melimpah, salah satunya pada sektor perikanan. Hal ini disebabkan karena waduk/bendungan di Kabupaten Sumbawa yang memiliki beragam jenis ikan air tawar seperti betok, wader bintik dua, lele, nila, mujair, dan sepat. Produktivitas ikan nila Kabupaten Sumbawa mencapai 1.056.40 ton/tahun (Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumbawa, 2016). Biasanya ikan nila di Sumbawa juga diolah menjadi berbagai jenis masakan seperti sepat, singang, abon dll.
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki prospek cukup baik buat dikembangkan. Ikan nila paling banyak digemari oleh warga karena dagingnya relatif tebal serta cita rasanya yang legit. Ikan nila juga memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan protein ikan nila sebesar 16,79 g, karbohidrat 0,18 g, lemak 0,18 g, kalsium 3,027 mg, fosfor 610,00 mg, besi 0,835 mg per 100 gram berat ikan (Ramlah dkk., 2016). Dari sekian banyaknya komoditas perikanan di Indonesia, ikan nila memiliki prospek pasar yang cukup besar dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainya (Athirah dkk., 2013). Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan Wilayah Republik Indonesia (2017), harga jual ikan nila per satu kilogramnya mencapai Rp. 24.000 – Rp. 30.000/kg di wilayah NTB.
Devi (2015) melaporkan salah satu kelemahan ikan nila adalah mudah mengalami penurunan kesegaran, ikan nila juga sangat cepat mengalami pembusukan setelah 2 jam kematian dan biasanya semakin lama di simpan bisa menghasilkan cairan berupa lendir. Aktivitas enzim, kegiatan mikroorganisme yang terjadi di dalam ikan atau adanya proses oksidasi lemak sehingga menyebabkan kerusakan dan kemunduran mutu pada ikan. Ikan memiliki pH yang mendekati netral yaitu pH 7,2 sehingga bisa menjadi media yang baik buat pertumbuhan bakteri pembusuk. Berbagai metode pengawetan yang sering digunakan dalam memperpanjang masa simpan ikan yaitu seperti pengawetan menggunakan suhu rendah, penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu upaya penyimpanan yang mudah pada suhu rendah ini bisa memperlambat aktivitas metabolisme serta menghambat pertumbuhan mikroba, selain itu mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air yang berasal dari bahan pangan (Muchtadi dkk., 2013).
Selain dengan suhu rendah, pedagang ikan segar biasanya juga menggunakan bahan pengawet alami seperti pada penelitian yang menggunakan ekstrak bunga kecombrang (Nicolaia spesiosa horan) (Nurlaili dkk., 2022), ekstrak daun kemangi (Anggraini dkk., 2018), ekstrak lamun (Thalassia hemprichii) (Pradana dkk., 2018), ekstrak daun mangga (Syihab dkk., 2021), ekstrak daun matoa (Sulistijowati dkk., 2020). Bahkan ada sebagian pedagang yang menggunakan pengawet yang tidak aman seperti kebanyakan menggunakan formalin, pada penelitian simanjuntak dkk (2022) ditemukan pedagang yang menggunakan formalin pada ikan segar dipasar tradisional perluasan kota Pematangsiantar, tujuannya untuk membuat ikan menjadi segar walaupun sudah berhari-hari di simpan. Sampel ikan yang diuji yaitu ikan bawal, ikan kerapu, ikan kakap, ikan tuna dan ikan tongkol dari lima sampel ikan yang diuji, kandungan formalin yang paling tinggi ditemukan pada ikan kakap. Formalin adalah campuran formaldehida dalam air sebanyak 30-40 %. Formalin tersedia dalam bentuk cair dengan konsentrasi formaldehida 40%, 30%, 20%, dan 10%. Selain itu, tersedia juga dalam bentuk tablet dengan berat ± 5 g. Biasanya, formalin digunakan sebagai bahan baku di industri makanan. Larutan formaldehida sering digunakan untuk membunuh bakteri dan mengawetkan bangkai serta benda lainnya (Niswah dkk., 2016). Formaldehida yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu zat yang tidak boleh berada pada makanan karena formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernapasan (Tristya 2014: Yusuf dkk., 2015). Efeknya dapat menyebabkan keracunan yaitu rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan saraf, atau kegagalan peredaran darah (Marantika dkk., 2017; Yulizar dkk., 2014).
Beberapa tumbuhan mengandung zat yang bersifat anti mikroba dan antioksidan, sehingga bahan pengawet ikan dapat dibuat dari bahan baku alami dan salah satu tumbuhan yang mampu menjadi bahan pengawet alami yang potensial dan banyak ditemukan di pulau Sumbawa adalah daun bidara. Tanaman bidara adalah jenis tanaman yang dapat tumbuh pada tanah yang memiliki dataran rendah dan dataran tinggi. Bidara juga termasuk tumbuhan yang dapat hidup di lingkungan yang cukup kering (Rudini, 2021). Pada penelitian yang telah dilakukan dengan metode maserasi terdapat komponen kimia yang ditemukan dalam ekstrak metanol daun bidara menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung alkaloid, flavonoid, fenol, tanin dan saponin (Nairfana dkk., 2022). Tumbuhan bidara ini juga dapat ditemukan di wilayah Nusa Tenggara Barat tepatnya di daerah Sumbawa, Dompu dan Sumbawa Barat. Tanaman bidara atau yang biasa disebut dalam Bahasa lokal Sumbawa dengan nama goal adalah tanaman eksotik. Masyarakat daerah Sumbawa masih kurang peka dalam mengelola potensi yang dimiliki tumbuhan ini. Masyarakat Sumbawa pun banyak yang menganggap bahwa tumbuhan bidara ini hanyalah gulma, padahal dari beberapa penelitian tumbuhan bidara ini mulai dari akar, batang, daun hingga buahnya memiliki banyak manfaat.
Menurut Nairfana dkk (2022), daun bidara yang terdapat pada daerah Sumbawa, Sumbawa Barat dan Dompu memiliki metabolit sekunder yang berbeda, seperti kandungan saponin dan tanin yang merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang memiliki aktivitas antibakteri, hanya ditemukan pada daun bidara yang diperoleh dari Sumbawa Barat, Sumbawa dan Dompu yang tumbuh di pesisir dan savana. Adapun kandungan fenol hanya terdeteksi pada ekstrak daun yang diambil dari savana pesisir dan savana di daerah Dompu. Daun bidara bisa digunakan sebagai bahan pengawet alami untuk ikan karena aktivitas flavonoid dan fenol yang terdapat pada daun bidara bisa merusak dinding sel bakteri, maka daun bidara dapat dimanfaatkan sebagai anti mikroba dan pengawet daging alami (Wahyudi, 2022).